Peran Koperasi dalam Bidang Ekonomi
Peran koperasi dalam perekonomian Indonesia paling tidak dapat dilihat dari:
(1) kedudukannya sebagai pemain utama dalam kegiatan ekonomi di berbagai sektor,
(2) penyedia lapangan kerja yang terbesar,
(3) pemain penting dalam pengembangan kegiatan ekonomi lokal dan pemberdayaan masyarakat,
(4) pencipta pasar baru dan sumber inovasi, serta
(5) sumbangannya dalam menjaga neraca pembayaran melalui kegiatan
ekspor. Peran koperasi, usaha mikro, kecil dan menengah sangat strategis
dalam perekonomian nasional, sehingga perlu menjadi fokus pembangunan
ekonomi nasional pada masa mendatang.
Peran Koperasi dalam Bidang Pendidikan
Di bidang Pendidikan.Koperasi dapat dijadikan pembelajaran bagi siswa
sekolah.Praktik hidup bermasyarakat dapat dipelajari di dalam Koperasi
yang merupakan bagian kecil dari kehidupan bermasyarakat di negara
demokrasi ini.
Peranan Koperasi dalam Bidang Sosial
– Mendidik para anggotanya untuk memiliki semangat kerja sama dalam membangun tatanan
sosial masyarakat yang lebih baik
– Mendrong terwujudnya suatu tatanan sosial yang bersifat demokratis, melindungi hak dan
kewajiban setiap orang
– Mendorong terwujudnya suatu kehidupan masyarakat yang tentram dan damai.
sosial masyarakat yang lebih baik
– Mendrong terwujudnya suatu tatanan sosial yang bersifat demokratis, melindungi hak dan
kewajiban setiap orang
– Mendorong terwujudnya suatu kehidupan masyarakat yang tentram dan damai.
Perkembangan Koperasi Secara Menyeluruh
Gerakan koperasi digagas oleh Robert Owen (1771-1858), yang
menerapkannya pertama kali pada usaha pemintalan kapas di New Lanark,
Skotlandia.
Gerakan koperasi ini dikembangkan lebih lanjut oleh William King
(1786-1865) dengan mendirikan toko koperasi di Brighton, Inggris. Pada 1
Mei 1828, King menerbitkan publikasi bulanan yang bernama The Cooperator, yang berisi berbagai gagasan dan saran-saran praktis tentang mengelola toko dengan menggunakan prinsip koperasi.
Koperasi akhirnya berkembang di negara-negara lainnya.Di
Jerman, juga berdiri koperasi yang menggunakan prinsip-prinsip yang
sama dengan koperasi buatan Inggris. Koperasi-koperasi di Inggris
didirikan oleh Charles Foirer, Raffeinsen, dan Schulze Delitchi
Perancis, Louis Blanc mendirikan koperasi produksi yang mengutamakan
kualitas barang. Di Denmark Pastor Christiansone mendirikan koperasi
pertanian.
Pertumbuhan koperasi di Indonesia dimulai sejak tahun 1896 yang
selanjutnya berkembang dari waktu ke waktu sampai sekarang. Perkembangan
koperasi di Indonesia mengalami pasang naik dan turun dengan titik
berat lingkup kegiatan usaha secara menyeluruh yang berbeda-beda dari
waktu ke waktu sesuai dengan iklim lingkungannya. Jikalau pertumbuhan
koperasi yang pertama di Indonesia menekankan pada kegiatan
simpan-pinjam maka selanjutnya tumbuh pula koperasi yang menekankan pada
kegiatan penyediaan barang-barang konsumsi dan dan kemudian koperasi
yang menekankan pada kegiatan penyediaan barang-barang untuk keperluan
produksi. Perkembangan koperasi dari berbagai jenis kegiatan usaha
tersebut selanjutnya ada kecenderungan menuju kepada suatu bentuk
koperasi yang memiliki beberapa jenis kegiatan usaha. Koperasi serba
usaha ini mengambil langkah-langkah kegiatan usaha yang paling mudah
mereka kerjakan terlebih dulu, seperti kegiatan penyediaan barang-barang
keperluan produksi bersama-sama dengan kegiatan simpan-pinjam ataupun
kegiatan penyediaan barang-barang keperluan konsumsi bersama-sama dengan
kegiatan simpan-pinjam dan sebagainya.
Pertumbuhan koperasi di Indonesia dipelopori oleh R. Aria Wiriatmadja
patih di Purwokerto Tahun 1896, mendirikan koperasi yang bergerak
dibidang simpan pinjam. Untuk memodali koperasi simpan- pinjam tersebut
di samping banyak menggunakan uangnya sendiri, beliau juga menggunakan
kas mesjid yang dipegangnya. Setelah beliau mengetahui bahwa hal
tersebut tidak boleh, maka uang kas mesjid telah dikembalikan secara
utuh pada posisi yang sebenarnya. Kegiatan R Aria Wiriatmadja
dikembangkan lebih lanjut oleh De Wolf Van Westerrode asisten Residen
Wilayah Purwokerto di Banyumas. Ketika ia cuti ke Eropa dipelajarinya
cara kerja wolksbank secara Raiffeisen (koperasi simpan-pinjam untuk
kaum tani) dan Schulze-Delitzsch (koperasi simpan-pinjam untuk kaum
buruh di kota) di Jerman. Setelah ia kembali dari cuti memulai ia
mengembangkan koperasi simpan-pinjam sebagaimana telah dirintis oleh R.
Aria Wiriatmadja . Dalam hubungan ini kegiatan simpan pinjam yang dapat
berkembang ialah model koperasi simpan-pinjam lumbung dan modal untuk
itu diambil dari zakat.
Selanjutnya Boedi Oetomo yang didirikan pada tahun 1908 menganjurkan
berdirinya koperasi untuk keperluan rumah tangga. Demikian pula Sarikat
Islam yang didirikan tahun 1911 juga mengembangkan koperasi yang
bergerak di bidang keperluan sehari-hari dengan cara membuka tokotoko
koperasi. Perkembangan yang pesat dibidang perkoperasian di Indonesia
yang menyatu dengan kekuatan social dan politik menimbulkan kecurigaan
Pemerintah Hindia Belanda. Oleh karenanya Pemerintah Hindia Belanda
ingin mengaturnya tetapi dalam kenyataan lebih cenderung menjadi suatu
penghalang atau penghambat perkembangan koperasi.
Pada akhir Rajab 1336H atau 1918 K.H. Hasyim Asy�ari Tebuireng
Jombang mendirikan koperasi yang dinamakan Syirkatul Inan atau disingkat
(SKN) yang beranggotakan 45 orang. Ketua dan sekaligus sebagai manager
adalah K.H. Hasyim Asy �ari. Sekretaris I dan II adalah K.H. Bishri dan
Haji Manshur. Sedangkan bendahara Syeikh Abdul WAhab Tambakberas di mana
branndkas dilengkapi dengan 5 macam kunci yang dipegang oleh 5 anggota.
Mereka bertekad, dengan kelahiran koperasi ini unntuk dijadikan periode
nahdlatuttijar . Proses permohonan badan hukum direncanakan akan
diajukan setelah antara 2 sampai dengan 3 tahun berdiri. Berbagai
ketentuan dan persyaratan sebagaimana dalam ketetapan Raja no 431/1915
tersebut dirasakan sangat memberatkan persyarat berdiriya koperasi.
Dengan demikian praktis peraturan tersebut dapat dipandang sebagai suatu
penghalang bagi pertumbuhan koperasi di Indonesia, yang mengundang
berbagai reaksi. Oleh karenanya maka pada tahun 1920 dibentuk suatu
�Komisi Koperasi� yang dipimpin oleh DR. J.H. Boeke yang diberi tugas
neneliti sampai sejauh mana keperluan penduduk
Hasil dari penelitian menyatakan tentang perlunya penduduk bumi
putera berkoperasi dan untuk mendorong keperluan rakyat yang
bersangkutan. Selanjutnya didirikanlah Bank Rakyat ( Volkscredit Wezen
). Berkaitan dengan masalah Peraturan Perkoperasian, maka pada tahun
1927 di Surabaya didirikan Indonsische Studieclub. Oleh dokter Soetomo
yang juga pendiri Boedi Oetomo, dan melalui organisasi tersebut beliau
menganjurkan berdirinya koperasi. Kegiatan serupa juga dilakukan oleh
Partai Nasional Indonesia di bawah pimpimnan Ir. Soekarno, di mana pada
tahun 1929 menyelenggarakan kongres koperasi di Betawi. Keputusan
kongres koperasi tersebt menyatakan bahwa untuk meningkatkan kemakmuran
penduduk Bumi Putera harus didirikan berbagai macam koperasi di seluruh
Pulau Jawa khususnya dan di Indonesia pada umumnya. Untuk menggiatkan
pertumbuhan koperasi, pada akhir tahun 1930 didirikan Jawatan Koperasi
DR. J.H. Boeke yang dulunya memimpin Komisi Koperasi 1920 ditunjuk
sebagai Kepala Jawatan Koperasi yang pertama. Atas dasar catatan
sejarah, terjadilah perkembangan koperasi.
Selanjutnya pada tahun 1933 diterbitkan Peraturan Perkoperasian dalam berntuk Gouvernmentsbesluit no.21
yang termuat di dalam Staatsblad no. 108/1933 yang menggantikan
Koninklijke Besluit no. 431 tahun 1915. Peraturan Perkoperasian 1933 ini
diperuntukkan bagi orang-orang Eropa dan golongan Timur Asing. Dengan
demikian di Indonesia pada waktu itu berlaku 2 Peraturan Perkopersian,
yakni Peraturan Perkoperasian tahun 1927 yang diperuntukan bagi golongan
Bumi Putera dan Peraturan Perkoperasian tahun 1933 yang berlaku bagi
golongan Eropa dan Timur Asing.
Kongres Muhamadiyah pada tahun 1935 dan 1938 memutuskan tekadnya
untuk mengembangkan koperasi di seluruh wilayah Indonesia, terutama di
lingkungan warganya. Diharapkan para warga Muhammadiyah dapat memelopori
dan bersama-sama anggota masyarakat yang lain untuk mendirikan dan
mengembangkan koperasi. Berbagai koperasi dibidang produksi mulai tumbuh
dan berkembang antara lain koperasi batik yang diperlopori oleh H.
Zarkasi, H. Samanhudi dan K.H. Idris. Perkembangan koperasi semenjak
berdirinya Jawatan Koperasi tahun 1930 menunjukkan suatu tingkat
perkembangan yang terus meningkat.
Jikalau pada tahun 1930 jumlah koperasi 39 buah, maka pada tahun 1939
jumlahnya menjadi 574 buah dengan jumlah anggota pada tahun 1930
sebanyak 7.848 orang kemudian berkembang menjadi 52.555 orang. Sedang
kegiatannya dari 574 koperasi tersebut diantaranya 423 koperasi (77%)
adalah koperasi yang bergerak dibidang simpan-pinjam sedangkan
selebihnya adalah kopersi jenis konsumsi ataupun produksi. Dari 423
koperasi simpan-pinjam tersebut diantaranya 19 buah adalah koperasi
lumbung. Adapun data perkembangan koperasi dari tahun de tahun.
Pada masa pendudukan bala tentara Jepang istilah koperasi lebih
dikenal menjadi istilah Kumiai. Pemerintahan bala tentara Jepang di di
Indonesia menetapkan bahwa semua Badan-badan Pemerintahan dan kekuasaan
hukum serta Undang-undang dari Pemerintah yang terdahulu tetap diakui
sementara waktu, asal saja tidak bertentangandengan Peraturan Pemerintah
Militer. Berdasarkan atas ketentuan tersebut, maka Peraturan
Perkoperasian tahun 1927 masih tetap berlaku. Akan tetapi berdasarkan
Undang-undang No. 23 dari Pemerintahan bala tentara Jepang di Indonesia
mengatur tentang pendirian perkumpulan dan penmyelenggaraan persidangan.
Sebagai akibat daripada peraturan tersebut , maka jikalau masyarakat
ingin mendirikan suatu perkumpulan koperasi harus mendapat izin Residen
Dengan berlakunya Undang-undang ini, maka di beberapa daerah banyak
koperasi lama yang harus menghentikan usahanya dan tidak boleh bekerja
lagi sebelum mendapat izin baru dari Scuchokan. Undang-undang ini pada
hakekatnya bermaksud mengawasi perkumpulan-perkumpulan dari segi
kepolisian.
Perkembangan Pemerintahan pendudukan bala tentara Jepang dikarenakan
masalah ekonomi yang semakin sulit memerlukan peran Kumiai (koperasi).
Pemerintah pada waktu itu melalui kebijaksanaan dari atas menganjurkan
berdirinya Kumiai di desa-desa yang tujuannya untuk melakukan kegiatan
distribusi barang yang jumlahnya semakin hari semakin kurang karena
situasi perang dan tekanan ekonomi Internasional (misalnya gula pasir,
minyak tanah, beras, rokok dan sebagainya). Di lain pihak Pemerintah
pendudukan bala tentara Jepang memerlukan barang-barang yang dinilai
penting untuk dikirim ke Jepang (misalnya biji jarak, hasil-hasil bumi
yang lain, besi tua dan sebagainya) yang untuk itu masyarakat agar
menyetorkannya melalui Kumiai. Kumiai (koperasi) dijadikan alat
kebijaksanaan dari Pemerintah bala tentara Jepang sejalan dengan
kepentingannya. Peranan koperasi sebagaimana dilaksanakan pada zaman
Pemerintahan pendudukan bala tentara Jepang tersebut sangat merugikan
bagi para anggota dan masyarakat pada umumnya.
Gerakan koperasi di Indonesia yang lahir pada akhir abad 19 dalam
suasana sebagai Negara jajahan tidak memiliki suatu iklim yang
menguntungkan bagi pertumbuhannya. Baru kemudian setelah Indonesia
memproklamasikan kemerdekaannya, dengan tegas perkoperasian ditulis di
dalam UUD 1945. DR. H. Moh Hatta sebagai salah seorang Founding Father
Republik Indonesia, berusaha memasukkan rumusan perkoperasian di dalam
konstitusi. Sejak kemerdekaan itu pula koperasi di Indonesia mengalami
suatu perkembangan yang lebih baik. Pasal 33 UUD 1945 ayat 1 beserta
penjelasannya menyatakan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha
bersama berdasarkan azas kekeluargaan. Dalam penjelasannya disebutkan
bahwa bangun perekonomian yang sesuai dengan azas kekeluargaan tersebut
adalah koperasi. Di dalam pasal 33 UUd 1945 tersebut diatur pula di
samping koperasi, juga peranan daripada Badan Usaha Milik Negara dan
Badan Usaha Milik Swasta.
Pada akhir 1946, Jawatan Koperasi mengadakan pendaftaran koperasi dan
tercatat sebanyak 2500 buah koperasi di seluruh Indonesia. Pemerintah
Republik Indonesia bertindak aktif dalam pengembangan perkoperasian.
Disamping menganjurkan berdirinya berbagai jenis koperasi Pemerintah RI
berusaha memperluas dan menyebarkan pengetahuantentang koperasi dengan
jalan mengadakan kursus-kursus koperasi di berbagai tempat. Pada tanggal
12 Juli 1947 diselenggarakan kongres koperasi se Jawa yang pertama di
Tasikmalaya. Dalam kongres tersebut diputuskan antara lain terbentuknya
Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia yang disingkat SOKRI;
menjadikan tanggal 12 Juli sebagai Hari Koperasi serta menganjurkan
diselenggarakan pendidikan koperasi di kalangan pengurus, pegawai dan
masyarakat. Selanjutnya, koperasi pertumbuhannya semakin pesat. Tetapi
dengan terjadinya agresi I dan agresi II dari pihak Belanda terhadap
Republik Indonesia serta pemberontakan PKI di Madiunpada tahun 1948
banyak merugikan terhadap gerakan koperasi. Pada tahun 1949 diterbitkan
Peraturan Perkoperasian yang dimuat di dalam Staatsblad No. 179.
Peraturan ini dikeluarkan pada waktu Pemerintah Federal Belanda
menguasai sebagian wilayah Indonesia yang isinya hamper sama dengan
Peraturan Koperasi yang dimuat di dalam Staatsblad No. 91 tahun 1927,
dimana ketentuan-ketentuannya sudah kurang sesuai dengan keadaan
Inidonesia sehingga tidak memberikan dampak yang berarti bagi
perkembangan koperasi. Setelah terbentuknya Negara Kesatuan Republik
Indonesia tahun 1950 program Pemerintah semakin nyata keinginannya untuk
mengembangkan perkoperasian.Kabinet Mohammad Natsir menjelaskan di muka
Dewan Perwakilan Rakyat yang berkaitan dengan program
Untuk kepentingan pembangunan dalam lapangan perekonomian rakyat
perlu pula diperluas dan dipergiat gerakan koperasi yang harus
disesuaikan dengan semangat gotong royong yang spesifik di Indonesia dan
besar artinya dalam usaha menggerakkan rasa percaya pada diri sendiri
di kalangan rakyat. Di samping itu Pemerintah hendak menyokong usaha itu
dengan memperbaiki dan memperluas perkreditan, yang terpenting antara
lain dengan pemberian modal kepada badan-badan perkreditan desa seperti
Lumbung dan Bank Desa, yang sedapat-dapatnya disusun dalam bentuk
koperasi. Sejalan dengan kebijaksanaan Pemerintah sebagaimana tersebut
di atas, koperasi makin berkembang dari tahun ketahun baik organisasi
maupun usahanya.
Selanjutnya pada tanggal 15 sampai dengan 17 Juli 1953 dilangsungkan
kongres koperasi Indonesia yang ke II di Bandung. Keputusannya antara
lain merubah Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia (SOKRI)
menjadi Dewan Koperasi Indonesia (DKI). Di samping itu mewajibkan DKI
membentuk Lembaga Pendidikan Koperasi dan mendirikan Sekolah Menengah
Koperasi di Provinsi-provinsi. Keputusan yang lain ialah penyampaian
saran-saran kepada Pemerintah untuk segera diterbitkannya Undang-Undang
Koperasi yang baru serta mengangkat Bung Hatta sebagai Bapak Koperasi
Indonesia. Pada tahun 1956 tanggal 1 sampai 5 September diselenggarakan
Kongres Koperasi yang ke III di Jakarta. Keputusan KOngres di samping
hal-hal yang berkaitan dengan kehidupan perkoperasian di Indonesia, juga
mengenai hubungan Dewan Koperasi Indonesia dengan International
Cooperative Alliance (ICA). Pada tahun 1958 diterbitkan Undang-Undang
tentang Perkumpulan Koperasi No. 79 Tahun 1958 yang dimuat di dalam
Tambahan Lembar Negara RI No. 1669. Undang-Undang ini disusun dalam
suasana Undang-Undang Dasar Sementara 1950 dan mulai berlaku pada
tanggal 27 Oktober 1958. Isinya lebih biak dan lebih lengkap jika
dibandingkan dengan peraturan-peraturan koperasi sebelumnya dan
merupakan Undang-Undang yang pertama tentang perkoperasian yang disusun
oleh Bangsa Indonesia sendiri dalam suasana kemerdekaan.
Dalam tahun 1959 terjadi suatu peristiwa yang sangat penting dalam
sejarah bangsa Indonesia. Setelah Konstituante tidak dapat menyelesaikan
tugas menyusun Undang-Undang Dasar Baru pada waktunya, maka pada
tanggal 15 Juli 1959 Presiden Soekarno yang juga selaku Panglima
Tertinggi Angkatan Perang mengucapkan Dekrit Presiden yang memuat
keputusan dan salahsatu daripadanya ialah menetapkan Undang-Undang Dasar
1945 berlaku bagi segenap bangsa Indonesia dan seluruh Tanah Tumpah
Darah Indonesia, terhitung mulai dari tanggal penetapan dekrit dan tidak
berlakunya kembali Undang-Undang Dasar Sementara. Pada tanggal 17
Agustus 1959 Presiden Soekarno mengucapkan pidato kenegaraan yang
berjudul Penemuan Kembali Revolusi Kita, atau lebih dikenal dengan
Manifesto politik (Manipol). Dalam pidato itu diuraikan berbagai
persoalan pokok dan program umum Revolusi Indonesia yang bersifat
menyeluruh. Berdasarkan Ketetapan MPRS No. 1/MPRS/1960 pidato itu
ditetapkan sebagai Garis-garisBesar Haluan Negara RI dan pedoman resmi
dalam perjuangan menyelesaikan revolusi. Dampak Dekrit Presiden dan
Manipol terhadap Undang-Undang No. 79 Tahun 1958 tentang Perkumpulan
Koperasi adalah undang-undang yang belum berumur panjang itu telah
kehilangan dasar dan tidak sesuai lagi dengan jiwa dan semangat UUD 1945
dan Manipol. Karenanya untuk mengatasi keadaan itu maka di samping
Undang-Undang No. 79 Tahun 1958 tentang Perkumpulan Koperasi dikeluarkan
pula Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 1959 tentang Perkembangan
Gerakan Koperasi (dimuat dalam Tambahan aLembaran Negara No. 1907).
Peratuarn ini dibuat sebagai peraturan pelaksanaan dari Undang- Undang
No. 79 Tahun 1958 tentang Perkumpulan Koperasi dan merupakan
penyempurnaan dari hal-hal yang belum diatur dalam Undang-Undang
tersebut. Peraturan itu membawa konsep pengembangan koperasi secara
massal dan seragam dan dikeluarkan berdasarkan pertimbanganpertimbangan.
Pada saat mulai dikemukakan ide pengaturan ekonomi dengan prinsip
Demokrasi dan Ekoomi Terpimpin. Undang-undang No. 79 tahun 1958 tentang
Perkembangan Gerakan Koperasi. Peraturan ini membawa konsep pengembangan
koperasi secara massal dan seragam.
Pada tahun 1961 diselenggarakan Musyawarah Nasional KOperasi I (Munaskop I) di Surabaya untuk melaksanakan prinsip Demokrasi Terpimpin dan Ekonomi Terpimpin. Langkah-langkah mempolitikankan (verpolitisering) koperasi mulai nampak. Dewan Koperasi Indonesia diganti dengan Kesatuan Organisasi KOperasi Seluruh Indonesia (KOKSI) yang bukan semata-mata organisasi koperasi sendiri malainkan organisasi koperasi-koperasi yang dipimpin oleh Pemerintah, dimasa Menteri Transmigrasi, Koperasi dan Pembangunan Masyarakat Desa (Trasnkopenda) menjadi Ketuanya (Team UGM, 1984, h.143-144). Sebagai puncak pengukuhan hokum dari uapaya mempolitikkan (verpolitisering) koperasi dalam suasana demokrasi terpimpin yakni di terbitkannya UU No.14 tahun 1965 tentang perkoperasian yang dimuat didalam Lembaran Negara No. 75 tahun 1960.
Pada tahun 1961 diselenggarakan Musyawarah Nasional KOperasi I (Munaskop I) di Surabaya untuk melaksanakan prinsip Demokrasi Terpimpin dan Ekonomi Terpimpin. Langkah-langkah mempolitikankan (verpolitisering) koperasi mulai nampak. Dewan Koperasi Indonesia diganti dengan Kesatuan Organisasi KOperasi Seluruh Indonesia (KOKSI) yang bukan semata-mata organisasi koperasi sendiri malainkan organisasi koperasi-koperasi yang dipimpin oleh Pemerintah, dimasa Menteri Transmigrasi, Koperasi dan Pembangunan Masyarakat Desa (Trasnkopenda) menjadi Ketuanya (Team UGM, 1984, h.143-144). Sebagai puncak pengukuhan hokum dari uapaya mempolitikkan (verpolitisering) koperasi dalam suasana demokrasi terpimpin yakni di terbitkannya UU No.14 tahun 1965 tentang perkoperasian yang dimuat didalam Lembaran Negara No. 75 tahun 1960.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar